TELAH Dibantu poles terjemahan supaya lebih halus, puitis, dan terasa lebih dalam — cocok untuk publikasi atau dibacakan oleh chat GPT
BLUE LIGHT
The soft tapping of the keyboard echoes through the room — tak, tak — repeating without any rhythm. On the screen, the digital clock flashes: 22:00.
The night is not yet at its deepest, but the silence has already thickened around me.
In the dim light of the room, my eyes, weary and strained, squint at the monitor’s glow.
That face — tired yet unyielding — is bathed in the blue hue of the screen.
Reddened eyes stay locked on the light, fueled by sheer determination.
A glass of cold coffee sits untouched at the corner of the desk, its bitter scent lingering in the night air.
It keeps me company, alongside the whirlwind of thoughts racing through my mind.
Every keystroke beats like a pulse . the rhythm of ideas struggling to be born.
No other sound fills the space, except the whisper of the wind seeping through the vents of my old wooden house, and the sporadic tapping of fingers .sometimes hurried, sometimes halting.
The night, it seems, understands.offering space for reflection, gifting time for a story, a dream, or perhaps a long, quiet contemplation.
In this small corner of the world, as the clock strikes 22:00, someone is quietly building their own universe. one letter, one breath, one fragile hope in the darkness.
I lean my head back against the chair, letting out a long breath, eyes still fixed on the soft blue glow —
Remembering. Reflecting on the choices I have made, among the countless paths I could have taken.
Now, I find myself here.
Not at the finish line of any achievement — perhaps, not even at the starting point.
I don't know.
For now, I simply want to breathe, to pause, to let myself drift for a moment...
watching the BLUE LIGHT.
DALAM BAHASA INDONESIA
CAHAYA BIRU
Suara keyboard masih terdengar, tak, tak, berulang tanpa irama
pasti. Di layar, jam digital menunjuk angka 22:00 . malam belum sepenuhnya
larut, tapi sudah cukup dalam untuk membuat keheningan terasa kental.
Di tengah kamar yang remang, mataku mulai berkerut lelah memandang cahaya
dari monitor yang terpampang di hadapan. Wajah itu . letih namun tetap fokus .
terpapar bias biru dari layar. Mata sedikit merah, namun tetap menatap penuh
tekad.
Segelas kopi dingin tergeletak di sudut meja, hampir tak tersentuh. Aroma
pahitnya sudah menyatu dengan udara malam, menemani deretan pikiran yang
berkejaran di kepala. Setiap ketukan pada keyboard seolah menjadi denyut nadi
dari ide-ide yang mencoba lahir.
Tak ada suara lain selain desiran angin dari ventilasi rumah kayuku, dan
ketukan jari yang kadang tergesa, kadang terhenti. Malam seakan mengerti,
memberi ruang bagi lamunan, memberi waktu bagi sebuah karya yang perlahan
terbentuk .entah itu tulisan, mimpi, atau sekadar perenungan panjang.
Di dunia kecil ini, saat jam menunjuk 22:00, seseorang sedang membangun
dunianya sendiri, satu huruf, satu napas, satu harapan dalam gelap.
Kusandarkan Kepalaku di kursi ini, menghela nafas melihat Cahaya biru
sambil merenungi mengingat apa yang telah terjadi.
Berbagai Keputusan telah kuambil diantara berjuta pilihan yang
ditawarkan, akhirnya aku berada dititik ini, ini bukan bukan merupakan titik akhir
pencapaian, atau bahkan aku belum memualai apapun. Entahlah aku hanay ingin
sekedar menghela, berhentui sejenak, merenungi semua ini sambil melihat CAHAYA BIRU.
